Media Cakrawala – Tabloid Online – Info Aktual.
Ujian Nasional (UN) akan menjadi syarat masuk Perguruan Tinggi Negeri
(PTN). Ketentuan ini akan diberlakukan pada tahun 2013. Hal ini seperti
yang di sampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh
saat akan di mulainya UN tingkat SMA/SMK dan MA tanggal 16 s/d 24 April
yang lalu di Jakarta.
“Mulai tahun 2013, 60% mahasiswa baru diseleksi melalui nilai rapor
dan UN. Saat ini baru mencapai 25%,”, demikian di katakan Mendikbud. Dan
Mendikbud juga menyampaikan bahwasanya Ujian Nasional tahun ini tidak
terjadi kebocoran, karena hal itu, sistem yang sudah ada akan
dipertahankan dan di tingkatkan, dan salah satu penunjang tidak
terjadinya kebocoran soal UN karena menggunakan sistem percetakan
terpusat yang menggunakan “security printing”.
Mengenai soal UN 2012, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah
menyiapkan lima jenis soal berbeda dengan tingkat kesulitan yang sama.
Seperti di katakan oleh Pak Menteri, “Dulu soal nomor satu di tipe A
bisa jadi soal nomor 10 di tipe B, sekarang tidak lagi. Soalnya
benar-benar berbeda dengan tingkat kesulitan yang sama sehingga
diharapkan bisa meminimalisasi terjadinya upaya kecurangan”.
Penerapan UN sebagai syarat masuk PTN adalah seleksi masuk PTN yang
melewati jalur undangan yang saat ini sudah mencapai 60 persen (saat ini
baru 25 persen), sedangkan SNMPTN tulis 40 persen akan tetap
menggunakan sistem seleksi ujian tulis. Terkait mekanisme penggunaan UN
sebagai syarat masuk PTN jalur undangan akan diatur kemudian.
-------------------------------------------------------------
Menanggapi berita diatas :
Kabarnya,
telah ditetapkan bahwa pada tahun 2013 nilai UN akan mempengaruhi keberhasilan
siswa SMA dalam seleksi masuk Perguruan Tinggi Negeri. Peraturan yang akan
ditetapkan Kemendiknas mulai tahun depan ini mendapatkan berbagi komentar dari
publik. Hal ini tentu saja karena masalah kredibilitas Ujian Nasional. Jika hal
itu benar akan terjadi mulai tahun 2013, maka saya termasuk siswa yang
beruntung karena lulus pada tahun 2012. Pasalnya, jika pada tahun 2012
diberlakukan peraturan seperti itu kemungkinan besar saya tidak akan berhasil
diterima di PTN sebab perolehan nilai UN saya bisa dikatakan masih di bawah
rata-rata jika dibandingkan dengan teman-teman satu sekolah ataupun mungkin
se-Kabupaten. Saya se bagai alumni muda SMA akan memberikan sedikit pandangan
terhadap Ujian Nasional Edisi 2013.
Banyak yang
berpendapat bahwa nilai UN tidak layak digunakan untuk seleksi masuk PTN sebab
hasil UN di beberapa atau sebagian besar daerah ataupun sekolah di Indonesia
belum bisa dipertanggungjawabkan. Ya, setidaknya hingga Ujian Nasional edisi
terakhir yaitu tahun ajaran 2011/2012 berbagai jenis kecurangan masih terjadi
sebagaimana survey yang saya lakukan terhadap beberapa siswa yang mau buka
mulut dari berbagai sekolah di Kabupaten saya dan beberapa teman dari daerah
lain yang juga memberikan sedikit keterangan.
Namun jika UN
benar-benar akan digunakan dalam seleksi masuk PTN, ini mungkin akan menjadi strategi
yang ampuh untuk meningkatkan kredibilitas UN mulai tahun 2013 sehingga tahun
2012 merupakan akhir dari era kelam Ujian Nasional dan kita akan mengucapkan
selamat tinggal terhadap berbagai kecurangan publik dan pembodohan massal yang
kerap terjadi setiap tahunnya. Dengan kata lain, bisa saja UN tahun 2013 akan
berjalan relatif murni dan kredibel sebagaimana ujian tulis SNMPTN. Lho? Mengapa
saya mengatakan demikian? Berikut penjelasannya.
Sebelumnya,
bagi anda pembaca yang pernah mengalami Ujian Nasional (dalam hal ini sebagian
besar/tidak semuanya) pasti merasakan suasana kekompakan dan kebersamaan antar
teman se-angkatan karena ingin lulus bersama-sama sehingga akhirnya
menghalalkan segala cara demi kelulusan bersama 100% dengan nilai yang bisa
dibilang mahal (seakan-akan se-angkatan gak ada yang madesu). Kemudian di
kalangan pejabat bidang pendidikan di Kota/Kabupaten, demi menjaga image dan
citra Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten masing-masing, dilakukan berbagai cara
untuk ‘mengakali’ pelaksanaan Ujian Nasional mulai dari distribusi kunci
jawaban (caranya tentu beda-beda sesuai pepatah : Lain ladang lain belalang) ke
seluruh sekolah di Kabupaten/Kota sehingga hasilnya seluruh siswa se-Kabupaten/Kota
tersebut lulus 100% dengan perolehan nilai rata-rata tinggi. Begitu juga dengan
sekolah, demi menjaga reputasi, akreditasi, dan citra sekolah di mata
masyarakat tentunya. Dan atas konsep ‘saling ngerti’ hampir seluruh sekolah di
Kabupaten/Kota melaksanakan kerjasama terselubung. Hal ini diakibatkan faktor
ketakutan terhadap ketidaklulusan yang dihadapi hampir tiap sekolah, walaupun
sekolah favorit dan bonafit sekalipun. Dan setelah pengumuman, semua senang,
semua ikhlas atas kerjasama tersebut karena pada saat itu UN hanya menentukan
kelulusan dan gak ngaruh buat masuk perguruan tinggi.
Nah, sekarang
apa yang terjadi kalau nilai UN berpengaruh terhadap keberhasilan masuk PTN?
Kemungkinan suasana “Kebersamaan dan kekompakan” bisa berubah menjadi suasana
“Persaingan”. Seorang peserta UN bersaing (bukan lagi bekerjasama) dengan
peserta UN lain demi memperoleh nilai lebih tinggi daripada peserta lainnya
sehingga punya kans lebih baik untuk berhasil masuk PTN pilihannya. Sekolah A
yang lebih favorit dan berisi siwa-siswa berintelektual tinggi gak akan rela
dong kalau ternyata sekolah B yang non-favorit dapat lebih banyak kursi di PTN
karena faktor nilai UN yang mungkin beda-beda tipis. Akhirnya, demi persaingan
menuju PTN kemungkinan tiap-tiap sekolah akan cenderung “berjalan masing-masing”
dalam menghadapi UN. Ini adalah sebuah suasana psikologis dimana suatu lembaga sekolah
tidak hanya bertanggungjawab atas kelulusan (dalam hal ini dapat diselesaikan
melalui kerjasama) tetapi juga pada kompetensi lulusan (dalam hal ini adalah
daya serap di PTN yang tidak bisa diselesaikan melalui kerjasama). Akhirnya
terjadilah persaingan antar sekolah atau lebih tepat lagi antar siswa dalam
pelaksanaan UN bukan lagi kerjasama. Hal yang bisa dilakukan sekolah tentu saja
memanfaatkan metode pengawasan silang, yaitu dengan mengintruksikan setiap guru
untuk memperketat pengawasan di sekolah-sekolah yang mereka awasi, tidak
memberikan celah bagi siswa sekolah lain untuk curang. Di kalangan siswa, persaingan
pun terjadi, seperti telah disebutkan diatas, menganggap seluruh temannya
adalah saingan, apalagi temannya yang memiliki minat di jurusan dan universitas
yang sama. Belajar sungguh-sungguh dan tidak saling membantu mungkin adalah
prinsip yang mereka anut dalam ujian kelulusan dan persaingan menuju PTN ini.
Tepat seperti suasana Ujian Tulis SNMPTN. Namun, hal-hal diatas hanya merupakan
kemungkinan-kemungkinan yang ditinjau dari segi psikologis, dan masih banyak
kemungkinan-kemungkinan lain dari berbagi sudut pandang.
Dan jika kecurangan-kecurangan tetap terjadi, tentu
saja akan banyak yang merasa tidak fair. Bayangkan saja berapa kecil varian
nilai yang mungkin terjadi di tiap Kabupaten/Kota apalagi di tiap sekolah
mengingat sumber “pencerahan” yang sama. Bayangkan berapa banyak yang
membulatkan jawaban tanpa membaca soal. Dan kemungkinan PTN salah pilih akan
semakin besar saja. Namun, tentu saja penilaian dari PTN untuk seleksi jalur
undangan yang akan melibatkan nilai UN tidak akan sesimpel mengurutkan nilai UN
siswa dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah. Tentu saja ada
faktor-faktor yang lain sebaga pertimbangan, perbandingan dengan hasil try out Pra-UN
misalnya, atau perbandingan nilai UN dengan nilai rapot (jika nilai rapot juga
disertakan dalam seleksi), atau pertimbangan-pertimbangan lain maupun
kemungkinan kecurigaan PTN terhadap sekolah yang punya nilai varian ataupun
standar deviasi mendekati nol. Intinya, walaupun nilai UN disertakan dalam
SNMPTN jalur Undangan, penilaian oleh PTN kemungkinan tidak terlau dititikberatkan
pada nilai UN. Justru pertanyaan yang sulit dijawab adalah mengapa dalam
seleksi masuk PTN harus Ujian Tulis SNMPTN yang dihilangkan, mengapa tidak UN
saja yang dihilangkan? Dan kelulusan kembali sepenuhnya ditentukan oleh
sekolah. Jika memang harus UN yang menjadi faktor penentu (selain nilai rapor), kemdiknas seharusnya tidak lagi menutup mata dan telinga atas berbagai laporan kecurangan yang terjadi.
(@agungpodjok)
menurut saya, kecurangan akan tetap terjadi karena sekolah akan lebih malu siswanya tidak lulus UN daripada tidak lulus SNMPTN. mungkin yang akan berubah adalah persiapannya. sekolah akan memacu siswanya lebih "kejam" lagi mengingat ini sarat akan persaingan. ( hehe numpang komen gung. baru tau lu punya blog sebagus ini :) )
BalasHapusWah setuju banget, lulus lebih penting emang haha
Hapus